5. DHARMA ATAU
AGAMA
“AGAMA
ATAU DHARMA SEBAGAI PENDIDIKAN DAN AJARAN KESUSILAAN YANG TINGGI”
Agama
membimbing manusia untuk mencapai kebahagiaan dan kesempurnaan, oleh karena itu
ajaran sucinya cenderung kepada pendidikan sila dan budi pekerti manusia dan bukan
berakal dan berilmu pengetahuan yang
banyak. Agama berusaha membina umatnya untuk menjadi manusia susila dan bukan menjadi sarjana yang cerdik
tetapi curang dan munafik. Kebahagiaan akhirat dan kebahagiaan dalam penjelmaan
yang akan datang, ketentraman bathin dan kebebasan roh dari penjelmaan,
kesucian menemui Tuhan bukan bagi sarjana yang munafik dan manusia yang cerdik
tetapi curang, melainkan hanya untuk manusia susila dan budiman yang
mempergunakan Dharma sebagai pedoman hidup. Tiada sarjana, tiada cerdik
cendikiawan, tiada bangsawan, tidak hartawan yang dinilai oleh Agama untuk
mendapat berkat kebahagiaan akhirat berupa Swarga dan kebahagiaan hidup dalam
penjelmaan yang akan datang (Swarga Cyuta), ketentraman bathin dan kebebasan
roh dari penjelmaan kesucian (Moksa atau Mukti), tetapi laksana dan budi
pekerti luhur. Walaupun tidak terpelajar, tidak bangsawan, miskin harta, bila
kaya akan laksana dan budi luhur, pintu Swarga dan Moksa akan terbuka. Dengan
memperhatikan tujuan Agama atau Dharma itu, jelas kiranya bahwa Agama dan
kerohanian adalah pendidikan kesusilaan dan budi pekerti yang tinggi, sebagai
ajaran dan budi pekerti yang berdasar perikemanusiaan biasa. Hanya bedanya,
ajaran budi pekerti dan kesusilaan yang berdasarkan perikemanusiaan biasa
menyebutkan bahwa perbuatann yang baik dan budi yang luhur tidak akan merugikan
diri, keluarga, masyarakat dan sesama manusia, makluk dan sebagainya, dan
perbuatan atau budi jahat akan membewa malapetaka terhadap diri, keluarga,
masyarakat dan sesamanya dan akan dituntut dalam pengadilan, kalau diketahui
oleh alat-alat negara. Sedangkan ajaran kerohanian Agama atau Dharma
mengatakan, bahwa baik buruk budi dan perbuatan itu tidak hanya membawa
kebahagiaan atau malapetaka terhadap diri dan sesamanya saja, tetapi yang
penting ialah baik buruk budi dan perbuatan atau Karma itu akan memberi pahala
atau pahala berupa kebahagiaan dan penderitaan atau hukuman berdasarkan hukum
keadilan Tuhan yang datangnya secara perlahan-lahan dalam hidup sekarang dan
akan menjelang pula diakhirat (Swarga dan Naraka). Kemudian kebahagiaan atau
hukuman berupa penderitaan atau malapetaka akibat dari amal dosa perbuatan
Çubha-Açubha Karma itu, akan dialami lagi didalam penjelmaan yang akan datang
setelah roh atau Atma bersenyawa lagi dengan jasmani. (Swarga-Neraka Cyuta). Di
dalam Çastra tersebut juga, bahwa Prati Çantana atau keturunan pun akan
menerima akibat amal-dosa (Karma) itu. Selain dari itu, budi yang luhur dan
laksana yang mulia, adalah jalan utama untuk mencapai kebahagiaan abadi yang
bebas dari ikatan duniawi, (sukha tanpawali dukha), dan kebebasan roh dari
penjelmaan menunggal dengan Tuhan yang disebut Moksa atau Mukti itu. Disamping
itu budi pekerti biasa hanya dapat memberi budi pekerti yang luhur atau
prikemanusiaan, sedangkan ajaran budi pekerti yang luhur prikemanusiaan dan
sebagainya menuntun seseorang untuk mencapai kesucian dan menjadi orang suci
yang dapat menemui atau mengalami wujud Tuhan yang maha gaib.
Selengkapnya:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar